Gili Trawangan

Pemandangan indah Pantai Gili Trawangan disiang hari, sungguh tempat yang bagus untuk mengisi waktu liburan

Candi Borobudur

Candi Budha terbesar di abad ke-9 yang berukuran 123 x 123 meter, Candi Budha ini memiliki 1460 relief dan 504 stupa Budha di kompleksnya

Curug Gendang

Air terjun ini memiliki tinggi 7 meter luas 10 meter dengan kedalaman 13 meter dan berada di ketinggian 170 meter di atas permukaan laut

Sunset di Pantai Hotel Resort Anyer

Ketika liburan tiba paling enak jika bermain dipantai dan menikmati sunset di tempat ini

Pantai Tanjung Layar

Pantai ini merupakan salah satu surga tersembunyi yang ada di Indonesia

Minggu, 03 Juni 2012

Hadiah yang Lebih Berharga


Para penumpang bus memandang penuh simpati ketika wanita muda berpenampilan menarik dan bertongkat putih itu dengan hati-hati menaiki tangga. Dia membayar sopir bus lalu, dengan tangan meraba-raba kursi, dia berjalan menyusuri lorong sampai menemukan kursi yang tadi dikatakan kosong oleh si sopir. Kemudian ia duduk, meletakkan tasnya dipangkuannya dan menyandarkan tongkatnya pada tungkainya.


Setahun sudah lewat sejak Sherly, 34 tahun, menjadi buta. Gara-gara salah diagnosa dia kehilangan penglihatannya dan terlempar kedunia yang gelap gulita, penuh amarah, frustasi, dan rasa kasihan pada diri sendiri.
Sebagai wanita yang sangat independen, Sherly merasa terkutuk oleh nasib mengerikan yang membuatnya kehilangan kemampuan, merasa tak berdaya, dan menjadi beban bagi semua orang di sekelilingnya.
"Bagaimana mungkin ini bisa terjadi padaku?" dia bertanya-tanya, hatinya mengeras karena marah. Tetapi, betapa pun seringnya ia menangis atau menggerutu atau berdoa, dia mengerti kenyataan yang menyakitkan itu -- penglihatannya takkan pernah pulih lagi.
Depresi mematahkan semangat Sherly yang tadinya selalu optimis. Mengisi waktu seharian kini merupakan perjuangan berat yang menguras tenaga dan membuatnya frustasi. Dia menjadi sangat bergantung pada Mark, suaminya. Mark seorang perwira Angkatan Udara. Dia mencintai Sherly dengan tulus.
Ketika istrinya baru kehilangan penglihatannya, dia melihat bagaimana Sherly tenggelam dalam keputusasaan. Mark bertekat untuk membantunya menemukan kembali kekuatan dan rasa percaya diri yang dibutuhkan Sherly untuk menjadi mandiri lagi.
Latar belakang militer Mark membuatnya terlatih untuk menghadapi berbagai situasi darurat, tetapi dia tahu, ini adalah pertempuran yang paling sulit yang pernah dihadapinya.
Akhirnya, Sherly merasa siap bekerja lagi. Tetapi, bagaimana dia akan bisa sampai ke kantornya? Dulu Sherly biasa naik bus, tetapi sekarang terlalu takut untuk pergi ke kota sendirian. Mark menawarkan untuk mengantarkannya setiap hari, meskipun tempat kerja mereka terletak di pinggir kota yang berseberangan.

Mula-mula, kesepakatan itu membuat Sherly nyaman dan Mark puas karena bisa melindungi istrinya yang buta, yang tidak yakin akan bisa melakukan hal-hal paling sederhana sekalipun.
Tetapi, Mark segera menyadari bahwa pengaturan itu keliru -- membuat mereka terburu-buru, dan terlalu mahal. Sherly harus belajar naik bus lagi, Mark menyimpulkan dalam hati. Tetapi, baru berpikir untuk menyampaikan rencana itu kepada Sherly telah membuatnya merasa tidak enak. Sherly masih sangat rapuh, masih sangat marah.
Bagaimana reaksinya nanti? Persis seperti dugaan Mark, Sherly ngeri mendengar gagasan untuk naik bus lagi.
"Aku buta!" tukasnya dengan pahit. "Bagaimana aku bisa tahu kemana aku pergi? Aku merasa kau akan meninggalkanku"
Mark sedih mendengar kata-kata itu, tetapi ia tahu apa yang harus dilakukan. Dia berjanji bahwa setiap pagi dan sore, ia akan naik bus bersama Sherly, selama masih diperlukan,sampai Sherly hafal dan bisa pergi sendiri.
Dan itulah yang terjadi. Selama dua minggu penuh Mark, menggunakan seragam militer lengkap, mengawal Sherly ke dan dari tempat kerja, setiap hari. Dia mengajari Sherly bagaimana menggantungkan diri pada indranya yang lain, terutama pendengarannya, untuk menemukan dimana ia berada dan bagaimana beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Dia menolong Sherly berkenalan dan berkawan dengan sopir-sopir bus dan menyisakan satu kursi kosong untuknya.
Dia membuat Sherly tertawa, bahkan pada hari-hari yang tidak terlalu menyenangkan ketika Sherly tersandung waktu turun dari bus, atau menjatuhkan tasnya yang penuh berkas di lorong bus. Setiap pagi mereka berangkat bersama-sama, setelah itu Mark akan naik taksi ke kantornya.
Meskipun pengaturan itu lebih mahal dan melelahkan daripada yang pertama, Mark yakin bahwa hanya soal waktu sebelum Sherly mampu naik bus tanpa dikawal. Mark percaya kepadanya, percaya kepada Sherly yang dulu dikenalnya sebelum wanita itu kehilangan penglihatannya; wanita yang tidak pernah takut menghadapi tantangan apapun dan tidak akan pernah menyerah.
Akhirnya, Sherly memutuskan bahwa dia siap untuk melakukan perjalanan itu seorang diri.

Tibalah hari Senin. Sebelum berangkat, Sherly memeluk Mark yang pernah menjadi kawannya satu bus dan sahabatnya yang terbaik. Matanya berkaca-kaca, penuh air mata syukur karena kesetiaan, kesabaran dan cinta Mark. Dia mengucapkan selamat berpisah. Untuk pertama kalinya mereka pergi ke arah yang berlawanan.
Senin, Selasa, Rabu, Kamis... Setiap hari dijalaninya dengan sempurna. Belum pernah Sherly merasa sepuas itu. Dia berhasil ! Dia mampu berangkat kerja tanpa dikawal.
Pada hari Jum'at pagi, seperti biasa Sherly naik bus ke tempat kerja. Ketika dia membayar ongkos bus sebelum turun, sopir bus itu berkata : "Wah,aku iri padamu".
Sherly tidak yakin apakah sopir itu bicara kepadanya atau tidak. Lagipula, siapa yang bisa iri pada seorang wanita buta yang sepanjang tahun lalu berusaha menemukan keberanian untuk menjalani hidup?

Dengan penasaran, dia berkata kepada sopir itu, "Kenapa kau bilang kau iri kepadaku?"
Sopir itu menjawab, "Kau pasti senang selalu dilindungi dan dijagai seperti itu"
Sherly tidak mengerti apa maksud sopir itu. Sekali lagi dia bertanya, "Apa maksudmu ?"
"Kau tahu, minggu kemarin, setiap pagi ada seorang pria tampan berseragam militer berdiri di sudut jalan dan mengawasimu waktu kau turun dari bus. Dia memastikan bahwa kau menyeberang dengan selamat dan dia mengawasimu terus sampai kau masuk ke kantormu. Setelah itu dia meniupkan ciuman, memberi hormat ala militer, lalu pergi. Kau wanita yang beruntung", kata sopir itu.
Air mata bahagia membasahi pipi Sherly. Karena meskipun secara fisik tidak dapat melihat Mark, dia selalu bisa memastikan kehadirannya. Dia beruntung, sangat beruntung, karena Mark memberikannya hadiah yang jauh lebih berharga daripada penglihatan, hadiah yang tak perlu dilihatnya dengan matanya untuk menyakinkan diri -- hadiah cinta yang bisa menjadi penerang dimanapun ada kegelapan. 


Setelah Menunggu 30 Tahun


Bagi yang tidak percaya dengan keabadian cinta, sebaiknya mendengar cerita ini. Desember lalu, setelah menunggu selama 30 tahun, sepasang kekasih dari Korea Utara dan Vietnam akhirnya bersatu dalam pernikahan. Tiga dasawarsa bukanlah waktu yang pendek, tapi mereka berhasil menjaga kesucian cinta mereka dari seberang lautan.




Kisah cinta ini bermula saat seorang mahasiswa kimia asal Vietnam pergi ke Korea Utara pada 1971 untuk belajar. Mahasiswa muda itu, Pham Ngoc Canh, jatuh cinta pada pandangan pertama pada seorang wanita yang sekilas dilihatnya melewati pintu laboratorium di Hamhung, tak jauh dari Pyongyang.


Pham pun nekat menemui Ri Young-Hui. Mereka lalu bertukar hadiah, Pham memberi foto dan Ri memberikan alamat yang ditulis di sobekan kertas.
Mereka bertemu diam-diam dan berpisah diam-diam. Pham memberitahu ibu Ri agar memaksa putrinya menikah dengan pria lain saja karena mereka berdua tidak mungkin dipertemukan. Rezim Korea Utara melarang warganya berhubungan dengan orang asing, meski dari negara komunis seperti Vietnam.


Ri menolak saran Pham dan ibunya untuk menikah dengan pria lain. Bahkan ketika Pham pulang ke Hanoi karena tugas belajarnya selesai, Ri berusaha bunuh diri. Pham pun akhirnya bertekad untuk memperjuangkan cinta mereka.
Dibantu oleh ibu Ri, kedua kekasih ini menjalin hubungan hanya lewat surat selama 20 tahun tanpa pernah bertemu sekalipun. Surat terakhir diterimanya pada 1992.
Mengetahui Ri tak mungkin memperjuangkan persatuan mereka kembali, Pham pun mengambil inisiatif untuk selalu mengusahakan pertemuan mereka kembali.
Sebagai seorang penerjemah tim olahraga nasional, Pham beberapa kali mengunjungi Korea Utara. Kesempatan ini selalu digunakannya untuk menghubungi Ri. Namun, usahanya selalu gagal. Orang-orang di Korea Utara selalu mengatakan, Ri telah menikah atau meninggal, tapi Pham lebih percaya kesejatian cinta Ri ketimbang omongan orang-orang. Ia menolak untuk percaya telah kehilangan kekasihnya.


Pham juga pernah berusaha melunakkan kakunya birokrasi dengan membawa 40 surat cinta dalam bahasa Korea yang dikumpulkannya selama 20 tahun itu ke Kedutaan Besar Korea Utara di Hanoi. Ia berharap mereka mau membantu. Namun usaha ini, seperti perjuangan sebelumnya, menemui ketidakpastian.
Tahun-tahun terus berlalu dan rambut mereka sudah mulai beruban, namun cinta mereka tak juga pupus. Tahun lalu, Pham melakukan usaha terakhirnya saat ia mendengar delegasi politik Vietnam berkunjung ke Pyongyang.


Ia kemudian menulis surat kepada Presiden dan Menteri Luar Negeri Vietnam. Usahanya kali ini tak sia-sia. Beberapa bulan kemudian, ia mendapat jawaban yang ditunggunya selama 30 tahun: pemerintah Korea Utara mengizinkannya untuk menikahi Ri Young Hui.
September lalu, pasangan yang telah berusia 50 tahunan itu bertemu kembali. Mereka pun sepakat untuk tidak menunda-nunda lagi pernikahan yang sudah lama dinantikan itu. Desember lalu, di Hanoi, keduanya menikah dengan dihadiri 700 tamu yang datang dengan mata berkaca- kaca.



Sabtu, 02 Juni 2012

Bogor

Beberapa tempat di Bogor yg pernah dikunjungi, semoga bermanfaat bagi pembaca yg mau berlibur ke Bogor

Curug Cigamea

Curug Seribu

Danau Situ Gede